Menuju 20 Tahun Perjalanan UU Arbitrase di Indonesia

Update 13:44 - April 01, 2019

Memasuki tahun ke-20, HMM Attorneys menilai, sudah saatnya UU Arbitrase diamandemen untuk diharmonisasikan dengan praktik arbitrase secara global.

 

Sejak diundangkan pada tanggal 12 Agustus 1999 melalui UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa menjadi lebih diminati oleh kalangan pebisnis. Adanya kebutuhan bagi dunia bisnis dan ekonomi untuk menyelesaikan sengketa secara cepat menjadi salah satu alasan utama pelaku bisnis memilih arbitrase.

Selain itu, proses arbitrase juga bersifat rahasia (confidential). Proses persidangan arbitrase tertutup untuk umum sehingga menjaga nama baik para pihak yang berselisih dan dapat menjaga iklim bisnis para pihak yang bersengketa. Tidak hanya itu, arbiter yang mengadili sengketa arbitrase pun dipilih oleh para pihak.

Tujuannya, untuk memastikan latar belakang arbiter yang terlibat adalah mereka yang benar-benar memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk memutuskan permasalahan pihak yang bersengketa. Di sisi lain, putusan arbitrase pun pada dasarnya dapat dieksekusi di banyak negara berdasarkan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (Konvensi New York) yang telah diratifikasi oleh kurang lebih 159 negara di dunia.

“Harvardy, Marieta & Mauren – Attorneys at Law (HMM Attorneys) merupakan salah satu firma hukum di Indonesia yang memiliki spesialisasi di bidang litigasi dan arbitrase. HMM Attorneys memiliki tim arbitrase yang berpengalaman menangani kasus arbitrase baik domestik maupun internasional dalam berbagai peraturan arbitrase seperti Peraturan arbitrase BANI, SIAC, ICC dan UNCITRAL Arbitration Rules (Ad-hoc). Kami memiliki non-exclusive cooperation dengan beberapa kantor hukum internasional dalam penanganan kasus arbitrase internasional, pelaksanaan putusan arbitrase, maupun pembatalan putusan arbitrase”, ujar Harvardy M. Iqbal, Managing Partner dari HMM Attorneys.

Partnerdari HMM Attorneys, Windri Marieta juga merupakan satu di antara kurang dari 10 orang Indonesia yang telah tersertifikasi sebagai Fellow dari Chartered Institute of Arbitrators. Windri saat ini juga menjabat sebagai Co-Chair dari Chartered Institute of Arbitrators Indonesia Chapter dan salah satu dari Komite Etik yang ditunjuk oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Windri juga aktif menjadi pembicara di berbagai seminar arbitrase lokal maupun internasional.

“Terakhir kali saya diundang di acara IPBA-THAC Arbitration Day 2018 di Bangkok, saya mengemukakan pendapat bagaimana arbiter Asia dapat memiliki suara di komunitas arbitrase internasional dan bagaimana arbiter wanita dapat berperan dan ditunjuk dalam kasus arbitrase internasional,” pungkas Windri.

 

Partner dari HMM Attorneys, Windri Marieta.

 

Membangun Kualitas Arbitrase

Memasuki tahun ke-20, sudah saatnya UU Arbitrase diamandemen untuk diharmonisasikan dengan praktik arbitrase secara global. Ini sebabnya, pemerintah perlu mengkaji pengadopsian UNCITRAL Model Law dalam amandemen. Berkaitan dengan kebutuhan tersebut, HMM Attorneys sebagai salah satu kantor hukum yang memiliki spesialisasi arbitrase, amat fokus pada pelaksanaan putusan arbitrase; dan tidak sekadar win on paper (menang di atas kertas).

“Tentu saja semua itu dapat dilakukan jika kita memahami syarat, proses pendaftaran dan pelaksanaan putusan arbitrase. Jika persiapannya sudah memadai, proses pendaftaran pun dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat,” Windri menambahkan.

Menurut Windri, masih banyak salah kaprah di dunia internasional yang mengatakan bahwa Indonesia merupakan unfriendly arbitration country. Padahal, pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia sudah jauh membaik. Proses pendaftaran putusan arbitrase internasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saja sudah ada yang bisa dilakukan dalam hanya hitungan 1-2 bulan.

Memasuki 20 tahun dikeluarkannya UU Arbitrase, Indonesia sebagai anggota ASEAN Economic Community (AEC) yang merupakan suatu pasar ekonomi yang terintegrasi, sedang menghadapi adanya peningkatan terhadap jumlah sengketa yang berdasarkan pada hubungan kontraktual. Tidak hanya pada sektor usaha jual beli, tetapi semakin meluas hingga sengketa di sektor usaha teknologi informasi dan komunikasi, energi, konstruksi infrastruktur dan perkembangan sektor usaha lainnya yang melibatkan investor asing dan/atau kontraktor; serta sengketa-sengketa perdagangan maritim yang memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi nasional maupun regional.

 

Partner dari HMM Attorneys, Sylvia Mauren

 

Sylvia Mauren, Partner dari HMM Attorneys mengungkapkan, timnya memiliki pengalaman arbitrase di bidang investasi, perdagangan internasional, konstruksi, asuransi, dan energi. “Tentu saja untuk memiliki tim yang unggul di bidang arbitrase, kantor kami pun tidak segan untuk memberikan dukungan penuh secara finansial maupun alih pengetahuan kepada associate kami untuk berperan aktif dan mendalami bidang arbitrase,” Sylvia melanjutkan.

Mendukung pernyataan Sylvia, Windri menegaskan bahwa ranah HMM Attorneys tidak sebatas pada proses penanganan arbitrase. HMM Attorneys juga membantu klien dalam merancang suatu kontrak untuk memiliki klausula arbitrase yang efektif dan dapat dilaksanakan. “Kami banyak menemukan klausula arbitrase yang bersifat pathological sehingga menimbulkan ambigu dalam pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan kami membantu klien dari mulai tahap perancangan awal klausula arbitrase, proses penanganan sengketa arbitrase sampai dengan pendaftaran dan pelaksanaan putusan arbitrase,” ujar Windri menutup pembicaraan.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c9df96073bef/menuju-20-tahun-perjalanan-uu-arbitrase-di-indonesia?fbclid=IwAR23m_hFniCkqxjFDJOwQhnM2fjju7B9AB5BG6UjKfg0NZP_izSpzehmL9s